Hingga setara kelas 2 SD, putri kedua kami belum bisa lancar membaca. Dia bisa membaca/menulis terputus-putus, tapi hanya satu-dua kata. Dia belum bisa menggabungkan ide kata-kata menjadi kalimat utuh. Gaya tulisannya pun “bebas”. Naik turun. Ada huruf-huruf yang terbalik.

Sebagai orangtua, kami tidak khawatir. Kami percaya anak adalah makhluk pembelajar. Soal kemampuan membaca, jika sudah pada waktunya, nanti juga akan bisa sendiri. Kami sudah ada pengalaman dengan si sulung juga sih.

Awal pandemi, putri kami tiba-tiba sudah lancar membaca. Progresnya rasanya cepat sekali. Bahkan beberapa saat kemudian dia bisa membaca dalam hati.

Tentu rasanya berlebihan menggambarkan proses tiba-tiba. Pasti ada progres perlahan. Yang lebih banyak tahu proses tentulah si nyonyah yang mendampingi sehari-hari.

Memang proses belajar anak bisa berbeda. Ada anak yang belajarnya perlahan, dan kita tahu semua perkembangannya. Ada anak yang terkenal tidak bisa apa-apa dalam waktu lama, tiba-tiba bisa.

Ada anak yang nggak bisa bicara hingga usia 4 tahun, tanpa terapi atau apa pun, setelahnya dia bisa bicara cerewet sekali. Salah satu keponakan saya seperti itu.

Ada anak yang tidak bisa berjalan hingga dua tahun, lalu tiba-tiba bisa berjalan cepat karena ingin lihat rombongan pengantin. Kata ibuk, saya dulu seperti itu 😁

Kemampuan dia dalam membaca rasanya juga begitu.

Saya duga dia sangat ingin menikmati cerita beberapa buku yang ada di rumah. Koleksi kami bisa dikatakan tidak banyak. Tapi… ya lumayan. Dia sering melihat kakaknya membaca buku dengan asyik. Ketawa-tawa. Ada komik science. Komik nabi. Seri Kenji. Komik Kobo Chan. Cerita daerah, juga beberapa buku anak lainnya. Ah semua selesai dibacanya.

Bahkan serial Harry Potter semuanya (7 buku tebal-tebal) dilahapnya secara cepat. Hanya kurang dari setahun setelah bisa membaca. Bahkan dia sempat mengulang-ulang lagi.

Saya sempat terpikir soal beberapa topik remaja, percintaan, dan tema dewasa (serius) di beberapa buku. Saya bilang ke anak-anak, bahkan sebelum baca buku apa pun, “Kalau ada yang nggak mengerti, tanyakan ke Ayah atau Mama, ya. Gak boleh diam aja sebelum mencarinya sendiri.” Dalam soal demikian, kami usahakan menanamkan kepercayaan daripada menganut pola kontrol/sensor yang ketat. Kalau anak dan orang tua saling percaya dan bisa terbuka, kami yakin komunikasi lebih mudah dan nyaman.

Nah, sekarang ke proses belajar menulis. Ini soal kemampuan menulis narasi.

Kami punya prinsip untuk mengenalkan keahlian menulis bagi anak-anak sedari dini. Kemampuan menulis penting sekali buat segala profesi. Dengan menulis, seseorang bisa mengekspresikan pikirannya secara runtut. Jika seseorang bisa menulis, mereka akan mudah melaporkan, membuat rencana, atau juga membuat persuasi kepada orang lain. Ini skill penting di era modern.

Ceritanya begini, kami baru silaturahmi ke pengelola PKBM tempat anak kami bernaung. Beliau mengizinkan putri kami meminjam komik Tintin koleksi di perpustakaannya. Beliau juga mengizinkan dia meminjam koleksinya lagi jika yang lama sudah dibaca.

Wah momen pas. Kebetulan saya tidak punya koleksi Tintin meski saya suka membacanya. Saya dulu baca Tintin di persewaan saat masih SMP. Kakaknya juga suka Tintin, tapi dulu dia pinjam di perpustakaan umum Jepara yang koleksinya bagus dan lengkap itu.

Saya beri syarat, sebelum mengembalikan komik/buku, dia harus meringkas komik yang dibacanya itu. Eh, dia setuju.

Beberapa saat, dia datang ke saya lalu bertanya, “Gimana caranya menulis ringkasan Yah? Aku bingung.”

Saya tanya, “Kamu masih ingat ceritanya?”

“Masih.”

“Baik, ayah akan buat beberapa pertanyaan. Nanti kamu jawab pertanyaan-pertanyaan ini.”

Belajar Menulis

Saya menulis tiga pertanyaan (lihat gambar). Tiga pertanyaan ini bisa dianggap bagian paling singkat dari beberapa poin untuk menulis yang dikenal dengan konsep 5W1H: what-where-who-when-why-how (apa, di mana, siapa, kapan, kenapa, dan bagaimana).

Setelah ada panduan ini, hanya dalam beberapa menit dia melaporkan sudah selesai menulis ringkasan komiknya. Cepat sekali.

Begitulah cerita belajar menulis putri kami. Saya hanya mengedit ejaan huruf depan saja.

Semoga bermanfaat.

Salatiga, 13 Mei 2022