Kalau Eka Kurniawan, cerpenis asal Yogya itu pernah menulis novel berjudul Cantik Itu Luka, maka saya berani mengatakan, ternyata, untuk cantik itu pedih dan sengsara. Saya punya pengalaman tentang hal ini.

Sabtu adalah hari libur bagi sebagian pekerja di Jakarta. Demikian pula saya. Bosan dengan kesibukan biasanya, hari Sabtu kemarin saya menerima ajakan mbak sekretaris di kantor, mbak Ade, untuk facial (cuci muka) di sebuah klinik di daerah Jakarta Pusat. Hah?! Saya ke klinik kecantikan? Saya sendiri kaget kok.

Sudah cukup lama saya dirayu mbak-mbak di kantor untuk mencoba facial itu. Namun, berulangkali saya berhasil menolak dengan berbagai alasan. Tapi Sabtu kemarin saya ingin iseng, juga karena berpikir bahwa muka saya yang kotor penuh komedo, bolehlah saya coba. “Tapi jangan kaget kalau sakit lho!” pesan mbak Ade pada saya. “Alah, masak cowok kalah sih,” jawab saya dengan cuek.

Ternyata, facial itu memang menyakitkan. Pertama, petugas klinik memeriksa jenis muka saya untuk menentukan jenis perawatan selanjutnya. Akhirnya, saya bisa tahu bahwa jenis kulit muka saya lembab. Kemudian muka saya dibersihkan dengan kosmetik-dan-sabun-entah-apa. Setelah dikeringkan dengan tisu, dimulailah proses penyiksaan itu. Dengan alat logam panjang yang sudah disterilkan memakai alkohol, kemudian muka saya juga dioles dengan alkohol per bagian yang dibersihkan, lalu ditekan-tekan memakai logam tersebut. Begitu seterusnya hingga seluruh lemak, komedo, dan kotoran yang ada di muka saya keluar dan bersih. Saking sakitnya seluruh proses yang lamanya kira-kira satu setengah jam itu, tak terasa kandung air mata saya jebol pertahanannya. Yang paling sakit terutama di dekat hidung dan di bawah bibir. Mbak petugas klinik yang menangani saya, namanya Sugi, berceloteh dengan teman-temannya, “Mbak Berta ini gimana, anak orang dibikin nangis sih!” Tak lupa, seluruh jerawat saya juga dibersihkan tuntas.

Setelah semua proses selesai, muka saya kemudian ditutup tisu yang telah dibasahi cairan semacam mentol. Hampir seluruh muka, kecuali mata dan lobang hidung tertutup cairan pendingin ini. Ufffh, setidaknya bisa mengobati rasa sakit tadi. Setengah jam kemudian, proses ini selesai dan saya bisa menengok cermin. Memang memuaskan lihat muka sendiri yang bersih. Entah, apakah nanti saya akan berani lagi mencoba sakit dan pedih ini.

Dalam semangat merasakan kepedihan ini, saya juga ingin mengucapkan Selamat Hari Ibu buat para wanita di bumi Indonesia ini. Sungguh, saya kagum dengan Anda!

(ENSKL)