Jumat 9 Desember 2005, saya salat di sebuah masjid yang dimiliki yayasan sebuah rumah sakit di pusat Jakarta. Masjid ini adalah langganan saya. Masjid ini dekat dengan sebuah mal, dekat dengan sebuah universitas Kristen, dan cukup ramai. Khutbah Jumat di masjid ini biasanya juga menarik, tentang ibadah, introspeksi diri, dan semacamnya, berbeda dengan masjid-masjid lain di Jakarta yang cenderung mengangkat tema politis yang makin membikin hati sumpek.
Jumat itu, khotib mengangkat tema haji. Hati saya bergetar. Saya seketika menengadah. Di dinding masjid itu kebetulan ada foto Masjidil Haram beserta Ka’bah yang selalu ramai oleh umat Islam yang beribadah. Hati saya berdesir, buku kuduk saya berdiri. Saya sangat rindu. Saya tiba-tiba teringat ketika awal 2002 lalu, ketika saya mendapat rejeki untuk mengunjungi pusat ibadah umat Islam itu bersama-sama dua ratus ribu jamaah haji Indonesia lainnya. Saya rindu untuk kembali ke sana. Saya ingin mengajak istri tercinta saya, untuk beribadah bersama, bersama-sama belajar lebih memahami hakikat kehambaan kami di depan Allah Tuhan Semesta Alam.
Akhirnya, saya mantap untuk meluncurkan situs ceritahaji.com ini. Kenapa namanya cerita haji? Kenapa bukan bloghaji? Kenapa bukan nama lain? Saya punya pendapat, kalau nama situs ini bloghaji, mungkin situs ini akan membatasi bentuknya sebagai wadah bertukar cerita. Mungkin blog belum begitu familiar bagi sebagian orang, jadi saya putuskan pakai kata “cerita” saja. Kalau dengan nama lain, apalagi mengambil kata yang lebih serius, saya juga tidak berani, takut tidak kuat untuk mengelolanya. Dan, yang dibutuhkan dan bisa dibagi dari sebuah ibadah seperti haji, menurut saya adalah ceritanya. Getok tular istilah orang Jawa, atau kalau mengutip ayah saya, “Kalau kamu tahu tempat soto ayam yang enak di daerah Pecinan Jombang, bukankah baik kalau kita menceritakan pada orang lain. Begitu pula haji, kita tahu beribadah haji itu nikmat dan indah, tiada salahnya kalau dibagi dengan orang lain ceritanya”
Yang jelas, pada suatu ketika, saya pernah memegang pensil dan buku tulis yang saya bawa dari rumah, saat itu saya duduk melamun di pojok favorit saya di Masjidil Haram, di sebelah barat Ka’bah, saya ingat ingat saat itu saya sudah merencanakan menuliskan sesuatu entah di masa yang akan datang. Akhirnya, masa itu baru terlaksana hingga hari ini.
Mungkin dengan situs inilah saya bisa mengantarkan pengabdian dan kerinduan itu. Saya berencana mengisi situs ini dengan cerita, pengalaman, dan pandangan saya ketika haji tiga tahun lalu. Saya juga mengajak pembaca yang sudah berhaji, atau pembaca yang akan berhaji, dan juga pembaca yang ingin berhaji untuk berbagi cerita dan hikmah di situs sederhana ini. Mari kita saling berdoa, semoga mempunyai rejeki, dan bisa berkunjung ke Mekkah dan Madinah.
Ya Allah, mudahkanlah kami untuk berkunjung ke Makkah al Mukarromah dan Madinah al Munawwaroh.
Semoga bermanfaat bagi semua. Amin.