Mayoritas pengelola dana publik—reksadana yang dikelola manajer investasi publik—berdasarkan data riset SPIVA[1] selalu kalah oleh indeks saham secara umum.

Indeks itu semacam rata-rata kinerja himpunan sekelompok saham. Jika naik, ya hampir semua naik. Jika turun, hampir semua turun. Sekitar 65%-85% pengelola dana kalah oleh indeks.

Ini bukan berarti tidak untung, bisa jadi untung. Misal begini:

  • Indeks IHSG setahun ini kinerjanya 10%
  • Sebuah reksadana setahun ini kinerjanya 9,7%. Artinya reksadana ini kalah oleh indeks.

Fakta ini diterbitkan dan diperbarui oleh S&P (SPIVA) Amerika setiap tahun. Mayoritas pengelola dana kalah oleh indeks, setiap saat, dalam jangka panjang. Tidak hanya di Amerika. Fenomena ini adalah hukum statistik umum. Juga terjadi di Indonesia dan berbagai negara lainnya.

Mungkin ada yang bertanya, itu kenapa kriterianya 5 tahun-10 tahun? Bukankah banyak juga yang bagus dalam 1 tahun.

Sebagai edukasi, dalam mencari pengelola dana publik, selalu pantau kinerja jangka panjang. Yang tahun ini perform 20% (misalnya), bisa jadi tahun selanjutnya boncos. Banyak yang seperti itu. Jika masyarakat hanya melihat kinerja setahun belakangan, maka mereka bisa tertipu mengejar bayangan palsu.

Jika fokusnya untuk keuangan jangka panjang, ya pantau kinerja 10 tahunan. Jika fokusnya untuk menyimpan dana kas yang sewaktu-waktu bisa ditarik, pantau kinerja 3-5 tahunan. Mereka yang bisa perform mengikuti indeksnya berarti cukup bagus. Itu pun masih ada risiko apakah meeka perform sebagus itu juga di masa depan.

Jangan terlalu nggumun dengan pengelola dana publik yang bergaji besar dan berkantor di lokasi mentereng. Atau yang punya monitor canggih untuk bekerja di ruang perdagangan mereka (trading room). Katanya agar dapat data yang akurat dan cepat.

Kepintaran dan kecepatan tidak ada hubungannya dengan performa dan amanah dalam mengelola dana.

Warren Buffett yang sudah teruji 50 tahun selalu berkinerja baik alatnya sederhana, membaca, membaca, membaca, kejujuran dan keterbukaan mengakui kesalahan jika dia salah.

Memang ada pengelola dana publik yang bagus. Tapi sedikit jumlahnya. Belum lagi yang secara jujur menjual jasanya tanpa bumbu bombastis.

Berbagai kasus kekecewaan publik saat menitipkan dana umumnya berasal dari produk yang kurang terbuka, penjualan yang tidak etis, atau mengandung bumbu-pemasaran yang berlebihan.

Pengelola dana publik harus mengevaluasi tata caranya mengelola investasi. Ataukah publik akan selalu kalah?

Semoga bermanfaat.

Salatiga, 16 Oktober 2021

[1]: Sumber https://www.spglobal.com/spdji/en/research-insights/spiva/