Sudah setahun lebih dunia dipaksa bekerja di rumah. Ada yang memandang fenomena ini positif, dan tentu saja ada yang negatif.
Pandangan positifnya, misalnya: produktivitas meningkat, efisiensi biaya kantor, waktu bertambah untuk keluarga, atau pekerjaan bisa diselesaikan lebih efisien.
Pandangan negatif tak kalah banyak, mengutip Wall Street Journal edisi Maret 2021 (lihat gambar ke-2), misalnya: kebosanan tingkat tinggi, disorientasi, produktivitas menurun, tidak adanya pemisahan kantor vs rumah, yang muaranya berakhir menjadi burnout dan stres.
Sementara itu pasca banyak layoff pertengahan 2020 dan pengurangan jam kerja, kini ditengarai ada sebuah masalah baru bagi kantor. Sebuah concern lain malah menghantui kantor.
Setahun bekerja di rumah (WFH) memberi ruang lebih bagi pekerjanya untuk belajar-dan-meningkatkan kapasitas diri. Ada yang menyelesaikan kursus IT, belajar skill baru, dan mendapat peluang kerja baru dari pekerjaan sebelumnya.
Ini punya dampak serius bagi kantor. Untuk mempertahankan pekerja yang berbakat, mereka harus meningkatkan gaji agar mereka bertahan.
Saya sudah baca beberapa polemik soal dunia kerja jarak jauh vs darat. Ada beberapa hal dari concern mereka yang relevan, misal soal “kecapekan-tingkat-tinggi” (burn out) atau pemisahan dunia kerja vs rumah. Saya tahu pengalaman terburuk hingga terbaik.
Bekerja di rumah bisa jadi peluang dan masalah.
Saya kira beberapa pekerjaan seperti dunia kreatif yang perlu kolaborasi untuk mendapatkan feedback langsung (tatap muka) akan tetap perlu bertemu, entah sesekali atau permanen.
Ini tidak menjustifikasi bahwa setiap pekerjaan harus offline. (Bagi orang ekstrovert yang suka kumpul-kumpul, pasti senang dengan argumen ini). Rapat pun memang ada masalah soal efektivitas, efisiensi, dan manfaatnya. Format, skema, dan model rapat bisa menjadi diskusi tak ada habisnya.
Di sisi lain, ada beberapa pekerjaan yang secara alami bisa langsung cocok dengan skema jarak jauh. Fokus pekerjaan yang bersifat eksekusi umumnya relevan untuk hal ini. Contohlah grafik desainer yang menyelesaikan eksekusi proyek kreatif untuk film bisa bekerja dari berbagai belahan dunia. Tapi eksekutif yang mereview cerita, alur, dan unsur kreativitasnya sepertinya masih harus tatap muka.
Saya mengikuti studi kasus beberapa perusahaan dunia seperti Automattic (WordPress), Basecamp, Pixar, dan Amazon, beberapa sifat pekerjaan memang mengharuskan adanya pertemuan. Beberapa sangat efektif dilaksanakan jarak jauh.
Justru paling penting kita harus berpikir, tujuan pekerjaan itu untuk apa? Bagaimana model kerja ideal untuk kantor tertetu? Apa alasan model kerja ini, cost atau value lain? Bekerja di rumah—atau bekerja di kantor, itu menghasilkan value apa?
Inikah dunia normal kita ke depan?
Salatiga, 16 Juni 2021