Algoritma adalah rangkaian kondisi dan arah yang dibuat untuk menjawab pertanyaan tertentu. Misalnya: jika belok kiri ketemu warung padang dan ke kanan ketemu warteg; maka saat kamu belok kiri, algo akan menyarankan kamu beli rendang di warung padang.

Di dunia permedsos-an sekarang, algoritma mengendalikan isi yang ada di sana. Ini ada istilahnya “echo chamber”, bahwa kita hanya mengetahui apa yang direkomendasikan berdasarkan apa yang kita suka. Terus berulang-ulang kayak gema.

Atau, di posisi lain, algo berusaha menebak solusi atas hal yang sedang kamu tekuni. Emang dia banyak tahunya. Tapi hanya tahu permukaan.

Contoh kasus seperti algoritma TikTok yang katanya super cerdas itu. Lha masak seseorang lagi nonton video “breakup”, lalu karena dianggap sedih, dia disarankan perlu nonton soal cinta. Padahal dia hanya ingin tahu kenapa ada orang sedih. Pembuat algo belum tentu tahu hal itu yang benar, kan? Yang bikin algo juga banyak yang sedih terus. Lha banyakan masih jomblo hehe…

Pada akhirnya, algo hanya men-servis tuannya. Siapa bos algo itu? Kamu tahu, kan?

Maka kalo kita menyerahkan hidup pada algo. Ya nggak selesai. Permukaan terus dapatnya. Sedih dihibur cinta. Padahal belum tentu, sedih biarkan sedih aja, toh nanti mungkin puas sedih, lalu tahu kesulitan hidup dan belajar dari sana. Sedih kok nonton TikTok. Sedih tuh makan, atau tidur, atau entah apa 😀

Padahal, kalau orang ingin lepas dari sedih, belajar gembira, mencoba bangkit, atau belajar cari ilmu yang benar, ya lawanlah algo itu. Belum tentu pembuat algo itu benar. Karena algo hanya men-servis bosnya. Iklan!

Mari diskusi lain soal algo di dunia trading. Argumennya, kalau seluruh trading terotomatisasi dalam robot, bukankah nanti algo trading akan menjauhkan trader dari risiko parah, dan mencari keuntungan yang relatif lebih pasti dan tidak berisiko? Robot memang tidak pernah lelah dan rasio salahnya kecil. Justru karena banyak robot yang bekerja dalam liberalisme pasar yang sama itulah mereka melupakan dua hal: persaingan dan emosi massa (yang bisa dibentuk dari algo). Soal persaingan sudah diprediksi oleh Graham sejak 1949, dan masih berlaku di masa sekarang, baik musuhnya mesin atau manusia biasa. Persaingan akan menekan hasil di bawah rata-rata.

Manusia rasional bisa melawan algo dan bisa melawan emosi massa.

Dunia tidak sesederhana algo.

Salatiga, 26-7-2021