Saya sudah nonton ini di Prime. Cuma ingin komentar tentang investasi saham, bukan sinematografinya.
Khas nalar saham ala film: saham itu cara dapat duit cepat, agar untung besar harus dapat info orang dalam (ini ilegal), hanya saham-saham gorengan untuk untung.
Ada tokoh Pak Robert yang ceritanya jagoan berinvestasi saham dan narasinya jangka panjang. Ujung2nya masak pilihannya gorengan.
Apa mungkin untung 100% di saham dalam beberapa hari? Ya, mungkin sih, tapi itu tidak bakal diperoleh seseorang seterusnya. Kecuali dia pemain yang mempermainkan pasar secara curang. Mungkin saja ada yang dapat untung besar di waktu singkat, tapi porsi keuntungannya biasanya kecil mengingat risiko perusahaannya. Risiko besar, kita biasanya menaruh porsi kecil. Risiko kecil, kita menaruh besar. Dst.
Baiklah, film ya gitu-gitu aja. Dari Wall Street 1 & 2, Wolf of Wall Street, semua begitu. Mungkin tontonan lain seperti: The Big Short, film dokumenter ponzinya Madoff, skandal influencer di Gamestop—film semi dokumenter—bisa bercerita agar jelas tentang problematika pasar modal secara lebih menyeluruh. Tapi peminat film seperti ini tidak banyak.
Akibatnya, pemahaman umum tentang saham ya gitu-gitu aja. Kebanyakan memang spekulasi.
Siapa yang bisa dan ingin bercerita bahwa investasi saham itu proses investasi jangka panjang? Bagaimana orang bisa untung 100% atau 200% dalam setahun? Setahun? Mana tahan. Tapi itu rasional dan bisa.
Contoh: Buffett untung di saham BYD itu sekitar 30x selama 14 tahun. Apa menariknya? 14 tahun! Pak Lo Kheng Hong pernah untung 126x di saham MBAI setelah 6 tahun! Dst.
Akhirnya, film saham ya kembali ke kaidah utamanya, semua hiburan belaka. Masyarakat umum memahaminya ya begitu-begitu aja. Long term investor tetap senyum-senyum aja, kan?
Tulisan ini diposting pertama kali di Twitter.