Saya menikmati malam terakhir 2003 di desa saya yang jauh di Jombang, Jawa Timur. Untung desa saya tidak sesepi lima tahun yang lalu. Listrik sudah masuk, telepon ada, jalan depan rumah juga sudah di aspal meski sekarang mulai bopeng sana-sini. Tapi tahun baru tetap sepi. Hanya Bang Rhoma yang bisa membuatku tersenyum saat itu dengan lagu Tahun Barunya. Juga hanya satu mercon yang mengangetkanku malam itu. Suaranya menggelegar menghentakkan bumi.

Menikmati akhir tahun, menyambut tahun dengan angka baru. Saya sebenarnya tidak suka dengan kegiatan ini. Tapi menunggu jam beralih dari angka 12 di tanggal 31 Desember lalu benar-benar sesuatu yang indah menikmatinya. Saat dunia di sekitar kita berdetak lambat, saat itulah otak kita bisa berpikir lama.

Sekarang sudah tahun baru. Apa yang lalu dikerjakan? Resolusi baru? Saya punya segudang resolusi. Bahkan khusus untuk tahun ini, saya punya barang baru bernama Agenda Planner untuk mencatat resolusi dan pernik sejarah hidup yang ringkih ini. Ada semangat baru, syukur. Ada wajah baru menghiasi jiwa Anda, mungkin lebih baik lagi.

Tapi satu hal, tahun ini akan sia-sia. Saya yakin itu. Pemilu 2004 datang. Saya juga belum tahu apa akan nikah tahun ini. Saya jadi ragu untuk Golput, tapi masih bingung mau milih siapa. Ibunda seorang teman jadi kutu loncat lagi setelah jadi Anggota DPRD Golkar, lalu PKB, lalu sekarang partainya R. Hartono yang mengusung mbak Tutut itu. Sementara itu, wajah-wajah manis silih berganti menyapaku, berkenalan, tersenyum, tapi semua lewat atau sengaja dicuekin. Di lain pihak, Depag bikin masalah, Israel masih saja melaknat dunia.

Di mana tahun 2004, atau tahun-tahun itu berakhir? Waktu tidak bisa ditunda. Kejujuran ada pada diri kita, kebijaksanaan ada pada negara, keniscayaan ada pada masyarakat. Suara jengkerik berbunyi. Saya bosan nonton VCD Matrix Revolution bajakan itu. Saya tidur!

(ENSKL)