Demikian terjemahan bebas judul opini Presiden SBY di International Herald Tribune baru-baru ini. Kolom dengan judul Let’s try to get beyond caricatures ini cukup menarik isinya. Saya pribadi mengucapkan selamat kepada Presiden, telah menulis opini di media internasional yang terkemuka semacam IHT. Selain itu, saya juga mengucapkan selamat atas peluncuran situs pribadi Presiden SBY.
Dari tulisannya, Presiden SBY (selanjutnya ditulis SBY) mengajak komunitas internasional untuk berusaha mengatasi krisis, yang sepertinya semakin memanas ini, dalam kata beliau, mengajak keluar dari lingkaran api. Kita tahu krisis ini dimulai dari pemuatan kartun yang disebut sebagai gambar Nabi Muhammad, setelah itu, banyak protes baik yang damai ataupun protes kekerasan dari umat Islam sedunia. Dari situ, ternyata makin banyak media lain yang mereproduksi kartun serupa, yang justru makin memanaskan kontroversi ini, meski beralasan itu hanya untuk freedom of speech (kebebasan mengeluarkan pendapat).
Menurut SBY, kartun itu bagi non-muslim mungkin dianggap sebagai gambaran karakter biasa. Tetapi bagi Islam, kartun Nabi adalah sosok suci yang selalu dijaga pencitraannya oleh manusia, maka tidak ada gambar, patung, dan pencitraan diri Nabi Muhammad di media apa pun. Dan ini terjaga berabad-abad. (Dari yang pernah saya baca, agama Katolik dan Yahudi pun sebenarnya melarang penggambaran orang suci mereka). Dengan menertawakan sosok suci itu, bisa dianalogikan mereka menyakiti kepercayaan umat Islam.
Untuk keluar dari krisis ini, SBY mengajak semua pihak untuk: 1) berhenti menganggap masalah ini sebagai masalah kebebasan berbicara; 2) berhenti mereproduksi kartun ini. Dua langkah ini sebagai langkah awal dan preventif sebagai itikad baik untuk menjaga stabilitas keamanan internasional.
Juga menurut SBY, pemuatan dan reproduksi kartun, suatu tindakan mengirimkan pesan bermasalah, adalah tindakan yang disebutnya senseless brinkmanship, yang ikut menggoyangkan pondasi demokrasi sebagai sistem terbaik untuk menyatukan seluruh kepentingan dunia, pesan ini seakan ikut menggoyahkan bukti bahwa demokrasi dan Islam bisa berjalan beriring damai.
Selanjutnya SBY juga membahas isu-isu ini dalam hubungannya dengan kebebasan, toleransi, dan demokrasi secara umum. Islam adalah agama dengan pertumbuhan terbanyak di dunia, termasuk di negara Barat dan Amerika Serikat. Dan selama ini terbukti, Islam dapat hidup berdampingan dengan demokrasi. SBY berharap, krisis kartun ini bisa diselesaikan secara utuh dan menyeluruh, termasuk perspektif melihat masalah ini dengan kacamata lintas-agama, lintas-peradaban, dan lintas-budaya.
SBY juga sedikit menyinggung krisis ini dengan teori clash of civilizations. Teori ini seperti kita tahu adalah tesis kontroversial yang dikenalkan oleh Samuel Huntington dengan pandangan utama bahwa identitas budaya dan agama masyarakat di dunia adalah target utama dari konflik setelah masa Perang Dingin berakhir. Teori ini, seperti mengutip blog Intelijen Indonesia, sepertinya sedang dicoba oleh pihak-pihak tertentu untuk dibuktikan kebenarannya (bila ada). Saya berharap semoga ini tidak terjadi.
Di akhir opininya, SBY mengajak, “The best way for Muslims to fight intolerance and ignorance toward Islam is by tirelessly reaching out to non-Muslims and projecting Islam as a peaceful religion. We also need to be forgiving to those who have sincerely apologized for offending Islam.”
Terakhir, sekali lagi saya ucapkan selamat atas kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi di dunia internet. Hal ini tentu menjadi tanda yang bagus bagi keterbukaan informasi di republik ini. Semoga media ini dapat menjadi perantara yang cukup efisien untuk mendekatkan presiden dengan publik.
Referensi: http://www.presidensby.info/index.php/eng/wawancara/2006/02/10/43.html Via Gatra