Victoria
Beckham, pesohor yang
suaminya
sangat tersohor di sepakbola itu ternyata tidak pernah membaca (baca:
membaca buku!) sepanjang usianya. Juga ada
Noel
Gallagher-nya Oasis yang
baru membaca pertama kali lewat
Da
Vinci Code
Angels
and Demon-nya
Dan
Brown. Dan saya yakin, banyak pula orang Indonesia yang sangat jauh
dari budaya membaca. Ibu saya juga termasuk orang yang tidak pernah
membaca. Bapak saya mungkin juga masuk golongan ini, meskipun beliau
membaca koran dan majalah. Maka, laporan Guardian ini,
The
tyranny of reading bisa meyakinkan kita, kadang-kadang membaca
adalah tirani hidup.
Bila Anda suka membaca, mungkin Anda akan heran ada orang yang tidak pernah membaca sepanjang hidupnya. Tidak masuk akal rasanya. Tapi itulah kenyataan. Ada orang yang lebih suka mendengarkan musik, daripada membaca. Ada pula yang lebih banyak memelototi televisi, daripada berair mata pedih karena membaca. Kebanyakan, membaca bacaan yang bukan bacaan. Seperti bunda saya, dia membaca Alquran secara rutin. Quran memang buku penting, tapi tujuan membaca buku bukan seperti itu. Ada kesenangan. Ada hal-hal baru yang indah. Ada juga petualangan yang tiada habisnya. Saya rasa perasaan dan kesenangan membaca tak akan habis dituliskan dalam sebuah tulisan maya.
Tapi itulah. Mungkin ada yang berpikir, tidak akan beradab sebuah budaya dibangun tanpa kebiasaan membaca. Kenyataan berkata lain, begitu banyak manusia Indonesia tanpa membaca dapat hidup, kaya, dan beranak pinak hingga cucu-cicit selusin. Indonesia ini, banyak yang bilang berbudaya oral, manusianya lebih suka menggosip daripada menggosok kacamata gara-gara kena keringat orang yang membaca. Maka tak heran acara gosip di TV laris manis. Apakah kita harus memaksa mereka membaca? Saya rasa tidak. Bila kita menggunakan cara demikian, membaca adalah tirani baru. Saya kenal budaya membaca karena sebuah majalah yang dibawakan ayah dari kota (tempat tinggal saya jaraknya sekitar 20km dari kota Jombang). Tiap minggu saya merengek meminta, untunglah ayah saya seorang yang sayang pada putranya. Sekarang, saya pun tidak takut menghadapi buku setebal batu bata.
Jadi, bila Anda kurang suka membaca, atau bahkan membenci orang yang membaca. Saya minta maaf telah menulis ini. Saya tidak bermaksud menghina Anda, karena itu Anda pun tidak perlu malu tidak pernah membaca. Atau lanjutkan saja aktivitas hidup tanpa membaca, karena saya yakin setiap orang punya keahlian dan kewajibannya masing-masing. Tapi saya sendiri yakin, membaca lebih banyak gunanya daripada tidak. Mungkin Anda bisa memulai setelah membaca tulisan ini. Atau, kalau Anda sibuk, ajak dan ajarilah anak Anda untuk tidak takut buku. “Bacalah!,” demikian isi ayat Alquran yang pertama kali diturunkan oleh Tuhan. Saya rasa setiap agama lain pun mengajak umatnya membaca, dan membaca.