Beberapa tahun lalu, saya lupa tepatnya, saya berbagi sesuatu dan ada tulisan tentang kesuksesan. Seorang sahabat bertanya, “Apa sukses itu?”

Ya, kata sukses memang ambigu. Si A mengartikan sukses itu apa. Si I bilang sukses adalah itu. Si Z yakin sukses adalah Z.

Ada yang berpikir sukses soal harta. Soal lulus universitas ternama. Jadi orang terkemuka. Dst, dan seterusnya.

Hal ini akan jadi susah ketika kau tanya pada seorang terkemuka, “Bapak tidak sukses karena belum punya harta milyaran.” Begitu pula ketika tanya pada si milyarder, “Ibu belum sukses karena tidak lulus ITB.” Ketika kita tanya Pak Profesor di universitas luar negeri, “Ah cuma lulus universitas, saya juga bisa bayarin anak saya kalau dia mau.” Semua jadi seperti tidak sukses. Eh, satu lagi, milyarder sekarang juga tidak terlalu sukses karena ada orang yang kekayaannya sudah trilyun. Dia gak sukses juga? Nah, jelas bisa lihat, kan? Kriteria sukses berbeda, tergantung kepala yang melihatnya.

Kuncinya ada di kepala masing-masing.

Kriteria sukses itu ada di kepala masing-masing. Orang per orang beda. Jadi jangan peduli kriteria sukses tetangga, orang lain, apalagi orang yang gak dikenal, tak nyambung son.

Anda punya target paling minimal. Anda bisa selesaikan. Sukses. Gak usah lihat target orang lain. Mau targetnya bisa bersih-bersih rumah, bisa baca buku 1 sebulan, bisa kirim 5 order, bisa balik modal, bisa gak utang, dst.

Kriteria sukses itu sederhana.

Eh kesannya tak punya ambisi dong? Lah masak cuma balik modal aja sudah sukses? Tunggu, belum selesai di sini. Setelah sukses meraih kriteria kecil itu. Besoknya, tetapkan target lebih bagus lagi, target yang tidak terlalu ambisius tapi kira-kira bisa meraihnya, lalu bekerja lebih keras lagi. Jika target terlalu tinggi kita akan susah meraihnya, lalu kita akan merasa jadi orang yang tidak sukses. Bener, begitu, kan?

Dengan itu kita akan bisa bersyukur bahwa selama ini termasuk orang-orang yang sukses.

NB: Sebenarnya ini saya omong buat diri sendiri juga lho!

Jepara, 12 Agustus 2017