Teknologi dan Adaptasi Teknologi, Kenapa Susah?Setelah hampir delapan tahun berkarir di bidang komputer, saya sekarang yakin teknologi itu banyak bikin susah manusia.

Saya tidak berbicara atas nama seorang pekerja teknologi. Tapi saya juga tidak ingin dianggap hanya berempati dan mendukung orang yang gagap teknologi. Menurut saya, ada sebuah fakta: kehadiran teknologi dan adaptasi teknologi. Dua fakta yang berbeda. Dua fakta itu saling-mempengaruhi dan saling-tergantung.

Teknologi itu sudah hadir di depan mata. Di sisi lain, teknologi mengejar dengan inovasinya. Tiap minggu, kita dibanjiri dengan berbagai inovasi teknologi. Dari blog pengamat inovasi teknologi mesin pencari saja, minggu lalu tercatat ada 138 tulisan. Semua mengabarkan penelitian baru. Inovasi baru. Bahkan, kalau kita ikuti perkembangan empat mesin pencari besar, Yahoo, Google, MSN, Ask Jeeves, kita bisa geleng-geleng kepala. Sebuah contoh ada pada Google yang makin menggurita: setelah sukses dengan mesin pencari web, ada pencari gambar, layanan surat elektronik, pengumpul berita dan pencari berita, mencaplok perusahaan blog, menjual iklan, petunjuk direktori lokal, masuk ke komunikasi personal, membeli perusahaan layanan gambar, dan melirik bisnis finansial. Bagaimana dengan Yahoo? MSN? eBay (yang baru membeli Skype)? Amazon? Semua berlomba, mencari celah dan peluang mendapatkan keuntungan. Semua berpacu membikin banjir teknologi.

Kadang-kadang saya pikir, satu-dua tahun terakhir hampir mirip dengan booming internet 1995 lalu. Startup baru makin banyak bermunculan. Akuisi oleh perusahaan besar juga makin gencar.

Kalau orang awam tahu berbagai berita di atas, saya yakin mereka akan makin bingung, dan makin takut teknologi. Jadi, saya tidak heran kalau ada yang yang selalu merasa gagap teknologi. Saya ragu, selain gagap, jangan-jangan mereka takut pada teknologi?

Saya jadi tak heran ayah saya masih gagap mengirim SMS. Jumat minggu lalu, beliau mengirim “Nyobain SMS”. Juga malam kemarin. Tapi saya tak keberatan dikirim lagi seperti itu. Saya juga tak heran, ada orang setelah dijelaskan panjang lebar masih juga belum mengetahui weblog. Saya juga maklum kenapa ada kritik penjelasan saya tentang sindikasi dan RSS masih belum lengkap.

Bagi pekerja teknologi, cara berpikirnya sudah dilatih untuk menghadapi berbagai perubahan baru, try and hack (coba-coba atau ngoprek), dan kita tahu sering juga gagal, maka kita tak takut dengan berbagai alat baru. Bagi orang awam, yang dilatih hidup itu berharga dan hati-hati, ngoprek itu mahal harganya. Takut hapenya rusak. Takut menghabiskan pulsa karena salah kirim. Takut tulisannya sudah dibaca orang, padahal baru belajar ngeblog. Dan seterusnya.

Ada 28 merek telepon seluler ternama. Masing-masing dengan kapasitas dan fitur berbeda. Masing-masing mempunyai fitur dan alur penggunaan yang berbeda. Bagaimana orang awam menghadapi dan menentukan keputusan mereka terhadap adaptasi teknologi ini? Ketakutan, kegelisahan, dan kebingungan inilah pangkal lambatnya adaptasi teknologi.

Harus ada orang yang bisa menyederhanakan berbagai keruwetan itu dan bisa menjelaskannya secara mudah dan lugas kepada orang awam. Dengan segala hormat kepada pak René L. Pattiradjawane di Kompas tiap Senin, menurut saya tulisannya masih teknis (techie), masih susah dimengerti orang awam. Media lain? Hampir sama dan serupa. Banyak majalah dan tabloid ponsel, tapi semua bernuansa promosi dan menyerang. Saya bingung, apakah masalahnya ada pada independensinya? Atau memang karena tidak ada penulis yang bagus? Saya sering melihat, banyak tulisan ulasan produk terkesan dipaksakan. Produknya sudah lama, tapi resensinya baru muncul, dan pujiannya selangit. Apa ini ulasan dibayar? Entahlah.

Sebagai pekerja teknologi, saya pikir kita harus menghadirkan teknologi itu lebih ramah lagi. Caranya? Kita harus buat tampilan user-interface yang tidak membingungkan dan sederhana (Hei Rif, webmu juga masih ruwet gitu! Ya, saya berencana menyederhanakan dan menyempurnakan situs ini). Kita juga harus belajar lebih banyak perilaku pengguna. Membuat pengalaman pengguna tidak makin ruwet. Kita harus membuat urutan pekerjaan sistem (workflow) lebih teratur, langsung dan mengarah (to the point), dan serupa (seamless). Teknologi harus sederhana. Teknologi yang sederhana akan lebih membantu manusia, bukan malah memperumit kita.