Menabung UangBeberapa bulan yang lalu, saya membeli sebuah edisi khusus majalah Intisari, Family Financial Planning. Saya agak heran dengan judulnya, kenapa harus bahasa Inggris? Apakah dengan judul seperti itu, lalu Intisari agak bebas menjualnya dengan harga agak mahal, dibanding judul Indonesia misalnya? (Catatan: harga buklet ini memang agak mahal sedikit dibanding majalah reguler mereka). Seperti judulnya, isi buklet ini pada dasarnya adalah tips dan panduan bagaimana mengelola keuangan keluarga secara pintar dan cerdas. Kenapa uang keluarga dan kenapa harus ada perencanaannya?

Saya punya cerita, kira-kira tentang perbedaan antara uang seseorang sebelum menikah dan keuangan seseorang setelah menikah. Cerita itu tentu saja tentang keuangan saya sendiri. Biarpun agak buruk pengalamannya, tapi tidak ada salahnya menceritakan pengalaman buruk agar orang lain bisa berjaga-jaga.

Sebelum menikah, bisa dikatakan saya cukup mudah untuk mengelola keuangan saya, biarpun agak kacau dan payah. Mungkin karena tidak ada faktor orang lain yang harus dipertimbangkan. Tapi, pada dasarnya semuanya memang mudah. Saya sudah bekerja dan gaji saya bisa dikatakan cukup untuk hidup di Jakarta yang dikenal serba mahal ini. Tapi, setelah saya perhatikan, saya ternyata mempunyai kebiasaan buruk dalam membelanjakan uang saya.

Setelah gaji keluar pada awal bulan, saya biasanya mengalokasi semua keuangan untuk biaya rutin awal bulan, misalnya bayar kos, bayar tagihan telepon, dan bayar tagihan koran (kebetulan dulu saya langganan koran). Saya ingat tidak ada lagi keperluan lain. Nah, setelah itu bencana dimulai. Karena merasa semua biaya sudah dilunasi, saya yang bujangan dan kebetulan tidak pandai menabung ini, akhirnya berpikiran saya bisa bebas membelanjakan uang tersebut. Biasanya saya nonton film di bioskop, kadang-kadang mengajak teman dan seringkali sendiri. Dasar hobi nonton, keinginan ini hampir selalu datang setiap akhir pekan, setiap bulannya. Kemudian, disamping nonton, saya juga suka beli buku baru, dan nongkrong di beberapa pagelaran, kalau ada yang menarik tentunya.

Hasilnya apa, kira-kira belum sampai pertengahan bulan, keuangan sudah dalam masa kritis. Dan saya pusing kenapa bisa terjadi seperti ini. Saya punya tekad di bulan mendatang, semua harus lebih baik diatur lagi.

Tapi Anda pasti tahu, ketika bulan kemudian datang, saya mengulang hal itu lagi, dan lagi, dan lagi hingga datanglah ketika menikah.

Di titik ketika baru menikah inilah saya baru sadar perbedaan besar antara hidup sendiri dan hidup dengan tanggungjawab baru seperti itu. Saya harus mampu mengatur keuangan ini dengan baik.

Akhirnya, singkat cerita saja, biarpun tidak seberapa sukses, sedikit demi sedikit, saya berusaha untuk mengelola keuangan keluarga dengan cara yang terbaik. Dan alhamdulillah, semua berjalan lancar hingga saat ini.

Dari titik inilah, kesadaran mengatur keuangan sebenarnya harus dipelajari dan dikelola sejak dini. Dari buklet kecil itu pula, saya mempelajari, kita harus mulai mengatur dan mengelola keuangan ini, sejak awal dan sedini mungkin.

Contohnya, bagaimana merencanakan keuangan anak-anak kita, merencanakan liburan keluarga, merencanakan perjalanan ibadah (haji, misalnya), merencanakan pendidikan lanjutan kita, dan seterusnya.

Tapi, Anda sendiri mungkin menyadari, mengelola keuangan keluarga tidak segampang yang kita kira dan kita rencanakan. Bisa saja kita membuat daftar rencana yang detil dan lengkap, tapi ketika awal bulan datang, ketika gaji sudah ditransfer di rekening kita, tiba-tiba kita seperti orang lupa. Seenaknya saja kartuk kredit digesek, begitu mudah uang berpindah ke para penjual yang setia menawarkan warna-warni dagangan mereka yang menggiurkan itu. Tapi, menurut buklet itu, setiap orang bisa mengatur uang keluarga, kalau mereka mau berusaha.

Apa pun tipikal orangnya, baik yang pintar menabung ataupun yang punya kebiasaan buruk dan boros seperti saya, semua bisa dipelajari. Misalnya, bagi yang pintar, bisa saja mereka rajin menabung tiap bulan ke rekening mereka, dan mereka tidak tergoda untuk menggesek kartu ketika di mal. Ada pula yang memakai cara tradisional, membagi-bagi uang dalam amplop khusus untuk masing-masing keperluan. Tapi saya merasa buklet itu masih punya beberapa kekurangan, misalnya detil-detil untuk merencanakan rencana pendidikan anak sebaiknya bagaimana, apa saja item yang harus kita siapkan, dan seterusnya. Lalu contoh-contoh kalkulator keuangan, berapa persen dari gaji sebaiknya dinggarkan untuk investasi dan tabungan, dan lain-lain kurang lengkap. Tapi mungkin karena keterbatasan buklet. Kalau ditambah lagi, bisa-bisa harga bukletnya membumbung tinggi.

Setelah itu, saya juga pernah mencoba-coba mencari di internet, tapi saya kurang menemukan informasi dan situs yang lengkap dan detil. Kebanyakan malah situs-situs permainan uang dan multilevel marketing. Saya ingatkan agar Anda tidak mencoba sedikitpun bisnis seperti ini, biarpun menjanjikan yang muluk-muluk, tapi situs dan jasa semacam itu pada prinsipnya menganut asas impian kosong. Mereka menyedot uang dari banyak orang yang tertipu bisnis mereka. Semakin banyak yang tertipu, semakin sukses pula mereka, dan agar Anda sukses, Anda juga harus berusaha mengajak semakin banyak orang lain ikut tertipu.

Ada sih situs dari beberapa penulis di buklet tersebut, tapi isinya hanya jualan jasa mereka (catatan: saya tidak bersedia memberi tautan, dikira promosi nantinya, silakan coba cari di Google). Ada pula beberapa artikel dari berbagai terbitan di tanah air. Namun semua terpecah-pecah dan kurang fokus. Seandainya ada situs seperti ini, tentu akan sangat berguna bagi kita bukan?

Selamat menabung! Semoga sukses!