Sehari-hari berkutat di depan layar komputer, tentu tidak ada salahnya meluangkan waktu sedikit untuk berjalan-jalan mencari udara segar. Jujurnya, sebenarnya sih ada tujuan lain, saya perlu mengantar istri jalan-jalan, biar dia mendapat udara segar dan menggerakkan kaki dan badan, terutama untuk kondisinya yang sedang hamil tua itu. Kebetulan, istri juga hobi dengan sesuatu yang bersifat alam rindang dan sejuk, entah bercocok tanam, atau pun hanya sekadar melihat hijaunya dedaunan. Jadi klop lah, sekali jalan keinginan dua orang tercapai.
Dari judul tulisan, tentu Anda akan tahu kemana kali ini kita pergi. Setelah menimbang berbagai pilihan tempat wisata yang biasanya kami kunjungi, alternatif untuk pergi ke Monas cukup menarik. Biasanya kami pergi ke taman di aera BonBin Ragunan, atau kadang-kadang ke taman di samping TMP Kalibata. Pertimbangannya karena dua tempat itu cukup dekat dengan tinggal kami dan cukup segar. Tapi Sabtu itu udara tampak segar. Kebetulan kondisi badan saya cukup segar pula, maklum malamnya tidak begadang. Saya usul ke istri, “Gimana kalau ke Monas?”
Saya tahu istri saya akan langsung menyetujui ide brilian ini. Ia sudah sering meminta saya untuk pergi ke Monas, tapi karena kondisi badan saya kurang segar dan capek, saya selalu menolak ajakannya.
Dan benar. Udara pukul setengah enam pagi itu sangat segar. Saya pacu motor bebek yang kelebihan beban itu dengan kecepatan sedang. “Dik, aku jalannya pelan aja ya, biar kita bisa hirup udara sejuk ini!” Istri saya menyetujuinya dengan setengah berteriak.
Jalanan cukup sepi. Pengendara motor masih jarang, hanya terlihat seorang saja. Mobil pun demikian. Udara pagi yang sejuk dan sangat menenangkan itu seperti merasuk sanubari kami, membuat kami nyaman.
Tak terasa kami sampai juga di Monas. Kami segera menuju tempat parkir di stasiun Gambir. Di sebelah selatan Monas sebenarnya ada parkir resmi, tapi karena kami berencana jalan-jalan di ujung timur saja, kami pun memilih parkir di Gambir. Setelah parkir, saya gandeng istri untuk menikmati segarnya pusat Jakarta pagi itu.
Saya kira semua sudah tahu Monas. Sebagai maskot kota Jakarta, setiap perantau akan selalu tahu Monas, dan mungkin sempat untuk berkunjung menengoknya. Ini pun bukan kunjungan pertama saya ke Monas. Dulu, saya bocorkan sedikit, mudah-mudahan istri tidak baca tulisan ini, saya juga pernah mengajak kencan pacar saya ke Monas. Saya bilang ke istri saya, “Nah, jadilah nostalgia pacaran kan, Dik?”
Tapi ketika melewati gerbang Monas, saya tahu Monas telah berubah. Di kejauhan saya melihat ada area kecil tempat orang berkumpul di areal selatan lapangan Monas. Saya cerita ke istri, “Dulu, saya sering jalan-jalan ke sini. Maklum kos dekat Monas. Saya suka lihat orang Tionghoa latihan Tai Chi di sana (ujung barat). Tapi kami tak jadi menuju ujung barat. Kami segera lihat di area selatan Monas ada sesuatu yang baru di sana.
Ternyata inilah apa yang pernah saya baca di koran tentang perubahan Monas yang direncanakan Sutiyoso itu. Mungkin Anda sudah baca, Gubernur DKI Jakarta ini pernah menggolkan ide taman di Monas yang berisi Rusa Tutul (?). Kami pun segera melihat ke sana, dan tampak beberapa Rusa tutul hidup damai di taman yang terawat kebersihannya meski minim rumput. Saya duga rerumputan itu habis tuntas digerus rusa-rusa kecil itu.
Kami juga melihat ada sebuah Bekupon/Pagupon Raksasa. Pagupon dalam bahasa Jawa artinya rumah burung dara. Ini bangunan baru yang ditempatkan di dalam aera kandang luas rusa tutul itu. Ketika kami baru datang, terlihat ratusan burung dara terbang riuh keluar dari kandang super raksasa itu. Ada juga beberapa burung yang masih di dalam kandang. Tampak tidak terganggu meski ada seorang juru rawat sedang membersihkan kandang yang besarnya hampir segede rumah itu. Di kejauhan, seorang anak kecil dibimbing ayahnya karena ia dengan agak ketakutan menawarkan sebatang wortel untuk rusa di kandang itu. Sang rusa mula-mula malu, tapi kemudian sedikit demi sedikit memberanikan diri mendekat dan buru-buru menggigit habis wortel merah segar itu. Kriuk. Dalam beberapa gigitan wortel itu telah tertelan.
Kami kemudian mengitari taman. Ada sebuah regu Tai Chi Chuan sedang
latihan. Mereka adalah beberapa orang tua Tionghoa yang sudah berumur.
Ada seorang instruktur, yang melihat perawakannya dari non-Tionghoa,
mungkin Jawa. Tampak pula seorang peserta berjilbab ikut olahraga senam
kesehatan yang sampai sekarang saya idolakan ini. “Dik, mereka sedang
latihan Tai Chi Chuan jurus Mengelus Ekor Burung, lho. Lihat tuh gerakan
tangannya!” kata saya pada istri dengan gaya seperti guide tour
yang sok tahu. Saya pernah baca pula sejarah
pencak silat bela diri
China, gerakan seperti yang ditunjukkan itu adalah salah satu jurus Tai
Chi aliran Chin dari kota Chin Kako, kota kecil yang letaknya di sebelah
selatan Beijing. Di area selatan Monas agak barat, tampak regu senam
lain, tapi kami lihat usia pesertanya lebih muda dari regu Tai Chi itu.
Mereka sedang senam aerobik dengan instruktur cewek yang gerakannya
aduhai. Setelah cukup lama jalan-jalan, kami pun capek.
Disamping kandang rusa dan pagupon raksasa itu, pemerintah Jakarta juga telah menambahkan areal bersantai yang cukup lebar dan representatif. Juga cukup bersih. Kami duduk di sana untuk sekadar melumatkan penat ini. Sangat terasa nyaman untuk menikmati udara segar di Sabtu pagi itu. Di sana-sini banyak kursi beton yang dapat dipakai meluruskan kaki. Ada pula kursi besi berputar. Di kejauhan, seorang anak kecil bersama ibunya sedang main ayunan yang tersebar di aera itu juga.
Tambahan lain yang menggembirakan adalah dibangunnya areal trotoar dan taman rekreasi. Di daerah selatan lapangan itu kami lihat ada dua areal rekreasi. Melihat bangunannya, areal selatan ujung timur dibangun untuk orang tua dan keluarga, sedangkan areal selatan ujung barat hampir pasti diperuntukkan untuk muda-mudi. Di sebelah timur itu dibangun areal trotoar untuk relaksasi kaki. Lantainya dilapisi bebabtuan sungai yang halus, sangat nyaman untuk pijat refleksi alami. Saya sempatkan pula jalan di trotoar pijat itu, “Wadouwww… sakit banget” Maklum, badan tak pernah olahraga pasti resah. Ketika tampak seorang ibu cukup berumur berjalan cepat di areal bebatuan yang lebar itu, saya jadi kagum dengan orang itu. Yang cukup nyaman, di pinggir trotoar itu juga dibangun beberapa pegangan besi stainles steel untuk pegangan. Kita bisa memanfaatkannya untuk pelan-pelan belajar berjalan kembali di trotoar pijat itu, sambil pegangan agar tahan cukup lama. Saya heran, dulu di kampung jalan aja tak pernah pakai alas kaki, kenapa sekarang bisa sakit begini ya?
Di area selatan pada ujung barat, ada pula bangunan yang diperuntukkan untuk muda-mudi berfitness. Ada landasan untuk melakukan sit-up dengan penjepit kaki. Ada tembok untuk angkat badan, dan sebagainya. Sangat representatif untuk muda-mudi yang ingin sehat tanpa mengeluarkan kocek lebih seperti pergi ke gym.
Setelah cukup beristirahat. Istri saya mengajak ke area barat Monas. Ia tertarik melihat adanya warna-warni bunga di sana. Maklum pecinta bunga. Saya setuju saja, tapi saya bilang, “Setelah itu langsung pulang ya?” Ternyata di area badat juga banyak penambahan bangunan. Rumah burung dara agak kecil juga banyak ditempatkan di sana. Rumah-rumah burung ini yang membuat Monas tampak asri dengan ratusan burung beterbangan damai di atasnya. Kursi-kursi bersantai juga ditambahkan, cukup memadai kalau-kalau banyak pengunjung di Monas. Terlihat beberapa pasan muda-mudi memanfaatkan suasana sepi di area barat itu untuk bermesraan. Kami pun tak ingin kalah juga deh :)
Terakhir, kalau Anda tertarik berwisata di Monas dengan keluarga, saya ingatkan agar tidak ke sana pada hari Minggu. Kami pernah mencoba ke sana pada hari Minggu, dan fatal. Tampak manusia berjubel di area trotoar pijat refleksi itu. Banyak pula yang tiduran, sehingga menyulitkan kita untuk lewat. Sementara itu, ada pula beberapa bapak yang telanjang dada tiduran merem-melek, asyik menikmati layanan pijat. Ada saja orang-orang yang memanfaatkan kesempatan untuk menawarkan jasa seperti ini di tempat publik.
Kami menyayangkan pula hal ini terjadi, tentu saja bisa mengganggu kenyamanan orang lain yang berkunjung. Begitu pula kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya. Biarpun sudah dibangun banyak tempat sampah permanen dan semi permanen, kami lihat masih banyak sampah dibuang tidak pada tempatnya. Untung pengelola Monas tampaknya cukup sigap, disamping melarang orang berjualan, ada pula beberapa juru rawat yang kemudian mengambil sisa-sisa botol air dan makanan itu.
Itu saja, kami ucapkan selamat berwisata di Monas, khususnya pada hari Sabtu! Semoga liburan keluarga Anda menyenangkan dengan menikmati udara segar yang jarang kita dapat di Jakarta ini.